KRICOM - Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferry Juliantono sadar jika isu dalam Pilpres 2019 mulai disebut beberapa pihak tak substansial.
Hal itu terbukti dari munculnya isu-isu yang membahas soal 'politik genderuwo', 'politikus sontoloyo', hingga 'tampang Boyolali'. Teranyar justru keluar penyataan dari calon pemimpin tentang 'budek-buta' dan klaim santri.
Menurut Ferry, munculnya pembahasan-pembahasan ini turut didukung oleh media massa yang doyan menggoreng isu-isu.
"Gini ya. Sekali-kali saya ingin mengajak media untuk mengundang kami untuk membicarakan hal substansial. Jangan media menyalahkan, tapi media juga mengangkat isu begitu," kata dia saat dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Dia mengatakan, kubu yang bertarung dalam Pilpres 2019 berupaya menghadirkan pembahasan isu substansial. Terbukti, kubu Prabowo-Sandiaga acapkali berbicara pada visi dan misi ketika bertemu konstituen.
"Kan kita ada visi dan misi dan bisa diakses di KPU, kita juga melengkapi dengan program aksi. Kalau kami ketemu konstituen, relawan, pengurus partai koalisi menyampaikan program visi misi, program aksi dan soal yang substansial," ucapnya.
"Justru kami memandang media ikut punya andil untuk mengangkat tema yang tidak substansial," terang caleg dari Partai Gerindra untuk Dapil Jawa Tengah IV ini.
Baca Juga : Dukung Penuh Jokowi, Pemuda Adat: Kami akan Kalahkan Calon Pemimpin yang Halalkan Hoaks
Sebelumnya, pengamat politik, Ujang Komarudin menganggap kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 belum pada taraf membicarakan hal substansial. Menurutnya, yang dibicarakan sebatas prosudral tanpa menyentuh isu terkait kepentingan rakyat.
"Demokrasinya jalan, tapi isinya kurang ada," kata Ujang saat dihubungi, Selasa (13/11/2018).
Menurut dia, wacana yang terkuak dalam Pilpres 2019 justru membahas tentang istilah 'politik genderuwo', 'politikus sontoloyo', hingga 'Tampang Boyolali'. Teranyar justru keluar penyataan dari calon pemimpin tentang 'budek-buta' dan klaim santri.
Ujang mengatakan, elit punya peran ketika semua istilah yang tak substansial tersebut justru terkuak dalam Pilpres 2019. Hal itu menunjukkan para elit tak mau dan terkesan emoh memberikan pendidikan politik layak ke rakyat.
"Karena, ya mohon maaf, elit kita tidak mengajarkan pendidikan politik yang baik. Coba yang dikembangkan program, visi misi, pembangunan, kemudian ini loh yang dikerjakan pemerintah. Ini yang tidak diserap masyarakat," ungkap dia.